Tabik Pun
Sekeji bakni keti
(dulu milik kalian)
Tano radu basekam
(sekarang telah menjadi milik kami)
Iwa kuruk lom bubu
(ikan yang sudah masuk ke dalam bubu)
Dacok kuruk mak dacok luar lagi
(bisa masuk tidak bisa keluar lagi)
Apa kabar semuanya …..
Semoga selalu sehat dan bahagia serta dalam lindungan yang maha kuasa…amin
Masih dalam proses tahapan pada pernikahan adat Lampung Pesisir Krui ya geeeessss… kali ini kita akan membahasa langkah lanjutan setelah “NGEHARRAK KEBAYAN“ pada #part sebelumnya yakni “NYAMBUT KEBAYAN”
“nyambut kebayan” secara harfiah berarti : menyambut pengantin, terdiri dari dua suku kata, yakni “nyambut” berasal dari kata “menyambut” dan “kebayan” yang berarti pengantin.
Dalam tradisi pernikahan adat Lampung Pesisir Krui, “nyambut kebayan” tidak sesederhana yang dibayangkan banyak orang, karena pada saat “nyambut kebayan” inilah merupakan langkah pertama dan pintu masuk bagi pengantin prempuan (menantu) ke dalam keluarga barunya.

Ritul “nyambut kebayan” ini berlaku bagi penganti perempuan yang tiba di kediaman pengantin lelaki ya geeess…tidak berlaku kebalikan.
Setelah rombongan “ngeharrak kebayan” sampai di muka pintu rumah pengantin, dan setelah ada aba-aba dari tuan rumah mempersilahkan rombongan untuk mendekati pintu (biasanya diiringi dengan ucapan : maju keti kuwari), rombongan disambut oleh ibu pengantin lelaki serta keluarga dan handai taulan di depan pintu, kemudian pengantin perempuan dipersilakan duduk di kursi yang sudah disediakan di damping pengantin lelaki . tempat duduk penganti perempuan tersebut, berupa sebuah kursi kayu/plastik serta di atasnya telah dilapisi kain panjang, sementara di bawah kursinya sendiri dilapisi tikar pandan, sebagai tempat duduk pengantin perempuan sebelum memasuku pintu rumah.
Setelah pengantin perempuan duduk, seorang muli dengan memakai “sinjang” (kain sarung khas lampung) memayungi sang pengantin dengan selendang, sebagai wadah untuk prosesi penyiraman air di kepala pengantin perempuan oleh ibu mertua (ibu pengantin lelaki).
Oia gesss…air yang digunakan untuk menyiram ini, berupa air biasa yang di letakkan dalam wadah berupa kendi atau teko beling yang di beri “bunga tuttor dan bunga sesuang/bunga tetambun “ ( nama bunga dalam bahasa Lampung Pesisir Krui, saya tidak mengerti padanan dan sebuatan lainnya dalam bahasa indonesia….mohon maafkanlah)
Sang ibu mertua, sambil meyiramkan air di kepala pengantin perempuan (menantunya) akan berpantun dan berbahasa, sebagai ucapan penyambutan terhadap kehadiran sang menantu :
Sekeji bakni keti
(dulu milik kalian)
Tano radu basekam
(sekarang telah menjadi milik kami)
Iwa kuruk lom bubu
(ikan yang sudah masuk ke dalam bubu)
Dacok kuruk mak dacok luar lagi
(bisa masuk tidak bisa keluar lagi)
Perkataan yang di ucapkan sang ibu mertua, mengandung falsafah, tentang posisi sang menantu di dalam keluarga barunya mulai saat ini. Setelah ritual penyiraman selesai, sang menantu di bimbing berdiri dan memasuki rumah oleh sang mertua, dengan langkah pertama, posisi kaki kanan sang ibu mertua menginjak jempol kaki kiri sang mantu, hal ini merupakan simbol, dengan harapan kelak sang menantu akan setia dan mengabdi dengan sepenuh jiwa kepada keluarga barunya.
Hhmmm…panjang yaa prosesnya…tapi seru dan unik kok, tradisi turun temurun yang masih tetap terjaga dan lestari hingga kini…penasarankan ??? ayooo ke Krui…tapi setelah pandemi berlalu yaa.
Saat ini langkah terbaik kita membantu pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran covit 19, dengan tetap#dirumahaja.
Salam sayang dari mami
Tabik