Memalam pitu likor
Takebber
Wat sanak telu midor
Sai duri lebon sintter
Saya berusaha sepenuhnya mengembalikan ingatan kanak-kanak saya pada sebuah pekon di bantaran sungai/Way Tenumbang, sepanjang bulan ramadhan tiba, dengan riang kami akan berkeliling kampung, berlari kesana kemari, bermain dengan riuhnya dan bernyanyi :
Memalam pitu likor
(memalam tujuh likur”
Takebber
(bertakbir)
Wat sanak telu midor
(ada tiga orang anak sedang jelan-jalan)
Sai duri lebon sintter
(yang paling belakang kehilangan senter batrai)
“Memalam pitu likor” biasanya dimulai pada malam 27 ramadhan sampai malam takbir dikumandangkan, rumah-rumah menyalakan lampu pertomak, pada setiap halaman rumah, obor dan susunan tinggi batok kelapa yang sudah dilobangi tengahnya tersusun rapi tegak kokoh tertancap di tanah sebagai penyangganya, (oia aktifitas mengumpulkan batok kelapa ini sudah di mulai jauh hari sebelumnya ya, para anak kecil akan berkeliling mencari dari rumah kerumah dan ada juga yang memang sengaja mengumpulkan batok kelapa setelah memasak makanan bersantan)

Dan ketika malam tiba, api mulai menyala dengan terangannya. Selepas sholat teraweh, para muli-muli akan dengan senang hati memungut bara tempurung kelapa untuk bahan bakar ketika menyetrika baju lebaran, ibu-ibu sibuk membuat aneka bumbu masakan atau kue lebaran, dan tentu saja anak-anak yang bermain dengan riang gembira, mengerubunim nyala api.
kisah tak terlupakan yang sering dituturkan para tetua tentang tradisi “memalam pitu likor ini” adalah bahwa tradisi ini merupakan penghormatan kepada arwah para leluhur serta keluarga yang telah lebih dahulu menghadap sang pencipta. Diyakini ketika menjelang idhul fitri, para arwah tersebut akan “pulang” mengunjungi keluarganya dalam rupa lain (yang sering saya dengar dari cerita-cerita ini, biasanya menyerupai kunang-kunang), sedangkan obor, lampu, atau susunan batok kelapa yang di bakar merupakan cahaya penerang sebagai penunjuk jalan pulang. Entaahhlah… yang jelas “memalam pitu likor” merupakan penanda bahwa tiga hari lagi hari kemenangan bagi umat muslim akan tiba.
Sayangnya, dizaman serba modern sekarang ini, perlahan-lahan tradisi ini mulai ditinggalkan, rumah-rumah tidak lagi membuat dan membakar susunan batok kelapa di halaman rumah mereka, kalaupun ada hanya bisa di hitung dengan jari, salah satunya ada di halaman rumah kami di pekon Bumi Lebu Tenumbang…..so bagi yang penasaran atau sekedar ingin bernostalgia, mampirlah bila suka, Tetapi jangan lebaran kali ini yaa..tunggu lebaran berikutnya, ketika pendemi covid 19 telah sirna.
Salam sayang dari mami
tabik