Masa Pra sejarah atau Hindu-Budha
Terjadi “missing link” tidak ditemukan catatan atau artefak yang menerangkan peradaban Krui, tapi bisa jadi sudah ada peradaban (ada klaim yang baru baru ini viral di Krui, terkait munculnya Kerajaan Kampung Dalam Krui, dan bagian dari Klan Melayu Kampung Dalam, sekitar tahun 700 M),. Tapi adakah benang merahnya, ini masih debatable.
Masa Eksepedisi Pamalayu (1275-1286)
Ekspedisi Pamalayu adalah sebuah diplomasi melalui operasi kewibawaan militer[1] yang dilakukan Kerajaan Singhasari di bawah perintah Raja Kertanagara pada tahun 1275–1286 terhadap Kerajaan Melayu di Dharmasraya di Pulau Sumatra. Beberapa literatur menyebut sasaran Ekspedisi Pamalayu adalah untuk menguasai negeri Melayu sebagai batu loncatan untuk menaklukkan Sriwijaya. Dengan demikian, posisi Sriwijaya sebagai penguasa Asia Tenggara dapat diperlemah. Namun pendapat ini kurang tepat karena pada saat itu kerajaan Sriwijaya sudah musnah. Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 juga tidak pernah menyebutkan adanya negeri bernama Sriwijaya lagi, tetapi melainkan bernama Palembang. Itu artinya pada zaman tersebut, nama Sriwijaya sudah tidak dikenal lagi.
Catatan dari Dinasti Ming memang menyebutkan bahwa pada tahun 1377 tentara Jawa menghancurkan pemberontakan San-fo-tsi. Meskipun demikian, istilah San-fo-tsi tidak harus bermakna Sriwijaya. Dalam catatan Dinasti Song istilah San-fo-tsi memang identik dengan Sriwijaya, tetapi dalam naskah Chu-fan-chi yang ditulis tahun 1225, istilah San-fo-tsi identik dengan Dharmasraya. Dengan kata lain, San-fo-tsi adalah sebutan bangsa Cina untuk pulau Sumatra, sebagaimana mereka menyebut Jawa dengan istilah Cho-po.
Jadi, sasaran Ekspedisi Pamalayu adalah inspeksi pada Kerajaan Melayu karena dalam Nagarakretagama telah disebutkan bahwa kerajaan wilayah Melayu merupakan daerah bawahan di antara sekian banyak daerah jajahan Majapahit, di mana penyebutan Malayu tersebut dirujuk kepada beberapa negeri yang ada di pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya.
Tentu wilayah pesisir Krui, menjadi perlintasan armada tentara Jawa (Singhasari), meski belum ada bukti empirisnya, tapi melihat jalurnya ekspedisi tersebut untuk menguasai atau menyerang Kerajaan Melayu Dharmasraya (Hulu BatangHari, sekarang masuk Sumatera Barat), adalah melewati pantai barat sumatera.
Pada tahun 1286, akhirnya takluk, maka pada tahun 1286 Kertanagara mengirim Arca Amoghapasa untuk ditempatkan di Dharmasraya.[5] Prasasti Padangroco, tempat dipahatkannya Arca Amoghapasa menyebutkan bahwa arca tersebut adalah hadiah persahabatan dari Maharajadhiraja Kertanagara untuk Maharaja Tribhuwanaraja. Sehingga jika ditinjau dari gelar yang dipakai, terlihat kalau Singhasari telah menjadi atasan Dharmasraya.
Prasasti Padangroco juga menyebutkan bahwa arca Amoghapasa diberangkatkan dari Jawa menuju Sumatra dengan diiringgi beberapa pejabat penting Singhasari di antaranya ialah Rakryan Mahamantri Dyah Adwayabrahma, Rakryan Sirikan Dyah Sugatabrahma, Payaman Hyang Dipangkaradasa, dan Rakryan Demung Mpu Wira.
Setelah penyerahkan arca tersebut, Raja Melayu kemudian menghadiahkan dua putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak, untuk dinikahkan dengan Kertanagara di Singhasari.
Pasca runtuhnya Singhasari dan berdirinya Majapahit, tahun 1293. Raden Wijaya pun mulai membangun Dinastinya, wilayah kekuasaan singhasari termasuk yang di Pulau Sumatera menjadi bagian Majapahit juga. Dua putri Raja Melayu, salah satunya dinikahi Raden Wijaya, yakni Dara Petak dan melahirkan Jayanegara yang kelak menjadi Raja Majapahit ke 2 setelah mangkatnya raden Wijaya. Dan Dara Jingga dinikahi salah satu nama pengawal yang mengantar arca Amoghapasa sebelumnya, yaitu Adwayabrahma yang menjabat sebagai Rakryan Mahamantri. Dan melahirkan anak laki laki yang bernama Aditiyawarman, yang kelak menjadi Raja Melayu pura (Pagar Ruyung) tahun 1347, dan dalam perjalanan sejarah, kemudian memindahkan pusat kerajaannya ke Minangkabau (daerah pedalaman) dengan nama Kerajaan Pagar Ruyung.
Pada tahun tahun tersebut, (Ol Helfrich menyebut abad 12, rombongan Petualang dari Pagar Ruyung secara geneologis mereka menamakan diri Ratu Buay Nyerupa dan Ratu Buay Jalandiwei, Ratu Buay Pernong, Dan Ratu Buay Blungu)
Masih dalam catatatan dalam bukunya “ Bijdrage Tot De Geograpische, Geologische En Ethnograpische Kennis der Afdeeling Kroe” (OL Helfrich 1886).
Mereka mendiamin daerah di Lereng Gunung Pesagi, Buay Nyerupa Di Nampak sirie, Buay Jalandiwei di Puncak, Buay Pernong di Hanibung, Dan Buay Blungu di Kenali. (OL Helfrich menyebutnya bagian dari Afdeling Kroe tahun 1886)
Seiring perkembangan manusia dan masuknya bangsa bangsa lainnya. Seiring waktu, orang-orang dari marga tersebut kehilangan tempat tinggal mereka karena bertambahnya populasinya, lalu menetap di tempat lain dan mendirikan dusun, yang lambat laun menjadi marga.
Masa Kesultanan Banten (1520-1813)
Pada awal dominasi Bantam (Kesultanan Banten) hanya ada beberapa marga saja yakni, Sukau, Kembahang, Buay kanjangan (batu brak) dan Buay Blungu didirikan di bawah batoes beowei Njeroepa, buowei Djalandiwei, buay pernong dan buay bloengoe dan keturunan mereka yang mana marganya dipisahkan satu sama lain oleh batasan-batasan yang cukup besar: seiring waktu, orang-orang dari marga tersebut kehilangan tempat tinggal mereka, lalu menetap di tempat lain dan mendirikan dusun, yang lambat laun menjadi marga.
Dengan demikian, masih di bawah pemerintahan Banten, marga poegoeng tampak, wei sindi, penggawa lima,( yang : perpas, negeri, menantjang, bandar, pedaka (pedada: ralat mungkin kesalahan ketik)) dan tenoembang, mulai ada dan muncul.
Sekitar abad ke-15 orang orang Jawa dari Kesultanan palembang dikenal sebagai kedjawaiin. Melakukan penyerangan di daerah sukau, buay kanjangan, dan buay blungu, karena kalah perang penduduknya lari beberapa ke semangka, yang lain ke gunung besagi.
Setengah abad kemudian, para pengungsi yang disebutkan terakhir kembali ke wilayah mereka sebelumnya, sekali lagi mendirikan dusun, yang kemudian membentuk dua marga, juga disebut sukau dan kembahang, dan yang wilayahnya melalui hal yang sama.
Keturunan sukau dan kembahang disebut dan yang wilayahnya memiliki batas yang sama seperti sebelumnya. Keturunan mereka yang telah membawa ke Semangka kembali ke tempat kelahiran leluhur mereka sekitar abad ke-17 dan menjadi bawahan para pangeran Sukau dan Kembahang yang telah mempersiapkan diri lagi di bawah kedaulatan Sultan Bantam. Diajukan; dengan terdiri dari marga : pugung tampak, wei sindi, penggawa lima dan tenumbang yang telah dilindungi dari serangan kedjawaiin, sukau dan kembahang membentuk bagian dari lampung, Subordinasi dari bantam (Kesultanan Banten)
Sementara marga buay kanjangan dan buay blungu, yang tertindas oleh Kedjawaiin dengan hasil bahwa wilayah mereka dimasukkan ke dalam wilayah Sultan Palembang.
Meskipun pada 1751 pangeran bantam (banten) Pangeran Gusti yang berkuasa saat itu, ia menyerahkan lampung ke VOC, sebagai imbalan atas bantuan yang ditunjukkan kepadanya dalam perang melawan Ratu Sarifa Fatimah dari Sultan Abdul Fatachi Muhammad Sah, yang meninggal pada 1750, namun lampung dan marganya tetap dikontrol dan patuh pada Sultan Banten, karena itu VOC tidak mungkin mempertahankannya di sana.
Masa EIC (Inggris)
Ini juga terjadi pada tahun 1808, ketika kesultanan bantam (Banten) sendiri dinyatakan oleh Daendels sebagai wilayah Hindia Belanda, Lampung ditambahkan ke negara-negara sekitarnya dari Batavia.
Ketika Belanda kalah dengan Inggris (Van Raffles) Otoritas langsung atas wilayah-wilayah tersebut dilakukan di bawah administrasi Inggris (Van Raffles), ketika pada tahun 1813 gubernur jenderal ini mengganti Pangeran yang memerintah dari Bantam (Banten), Ratu Alaudin, untuk melepaskan wilayah lampung dengan nama kroe, ke benkoelen (Bengkulu)
Jumlah marga meningkat di bawah pemerintahan Van Raffles (Inggris); misalnya permukiman dibentuk oleh orang-orang, dari kembahang menjadi marga ngambur; marga sukau( semangka dan ranau), marga ngaras, bengkunat dan belimbing, pugung bandar dan pugung malaya. Kampung juga didirikan di dekat Sungai Kroe oleh orang-orang dari Pau, Leba Haji, Semangka dan Benkoeloe, yang mendapatkan nama: Kampong Pau, Kampung Leba Haji, Kampung Semangka dan Kampong Bengkoeloe.
Masa Pemerintah Hindia Belanda
Pada tahun 1824 ketika Inggris tukar guling wilayah kekuasaan dengan Belanda, Kroe ada dimasukkan ke benkoelen, dalam perjanjian yang dibuat antara Inggris dan Belanda, diserahkan terdiri dari marga: sukau, kembahang, pugung tampak, pugung bandar, pugung malaya, wei sindi, penggawa lima , tenumbang, ngaras, ngambur, bengkunat dan belimbing dan kampung pau, leba haji, semangka dan bengkulu.
Selama otoritas Belanda, Marga dan Pasar berikut ini dibentuk secara berurutan:
- Pada tahun 1835 Pasar Pulau Pisang melalui pemukiman dimulai dari kampong bengkulu;
- Pada tahun 1852 marga wei napal oleh pemukiman diasumsikan marga nasal (saat ini para ahli geologi di afdeeling Kaur)
- Pada tahun 1860 pasar krui terdiri dari 4 kampung: pau, leba-haji, semangka dan bengkulu;
- Pada tahun 1861 marga liwa dan sukau (setelah perpecahan marga sukau)
- Pada tahun 1871 marga penggawa lima ilir, penggawa lima tengah, dan penggawa lima ulu;
- Pada 1878 marga suoh; pada tahun itu dengan keputusan pemerintah tertanggal .. 12 Januari 1878 no 2 (Lembaran Resmi 1878 no 27) marga buay kanjangan dan buay blungu dari subdivisi ranau distrik (afdeeling koomering dan ogan ulu, enim dan distrik ranau, Residen Palembang) dipisahkan dan ditambahkan ke afdeeling kroe yang baru ;
- Pada 1882 Marga liwa dan ulu kroe setelah memisahkan marga liwa
Tahun 1929
Afdeeling Kroe juga terbagi menjadi 21 distrik (marga)
- Pasar Pulau Pisang,
- Pugung Malaya,
- Pugung Bandar,
- Pugung Tampak,
- Way Sindi,
- Penggawa Lima Tengah,
- Penggawa Lima ilir,
- Pasar Kroe,
- Way Napal,
- tenumbang,
- Ngambur,
- Ngaras,
- Bengkunat,
- Belimbing,
- Ulu Kroei,
- Liwa,
- Kembahang,
- Sukau
- Buay Kanjangan (batu brak),
- Buay Blungu, dan
- suoh.
Onderdistrict Pasisir :
- Pasar Kroe : Pasar Melia, Pasar Ilir, Pasar Tengah, Pasar oeloe, Permongan, Seraij, Padang Negeri, Kampoeng Djawa (Jumlah Penduduk : 2263 jiwa)
- Oeloe Kroe :Kamat, Soekaradja, Soeka Marga, Goenoeng Kemala.( jumlah penduduk ; 1797 jiwa)
- Poelaoe Pisang ; Poelae Pisang (jumlah penduduk : 404)
- Waij Sindi : Bandar, Pekon Lok, Soeka Marga, Seoka Dana, Laboehan, Tebakak, Radja Basa, Kota Tengah, Ambolijoh, Terdanah, Padang Tjermin, Olok Pandan, Lombok (jumlah penduduk : 2679)
- Poegoeng Tampak ; Kotakarang, Kerbang, Negeri, Keoripan, Padang Rindoe, Waloer (jumlah penduduk : 1225 jiwa)
- Poegoeng Melaja : Tanndjoeng Sakti, Lemong, Melaja (jumlah penduduk : 1034 jiwa)
- Poegoeng Penengahan : Penengahan, Bandar, Bambang, Soeka Bandjar (jumlah penduduk : 1211 jiwa)
- Belimbing : Bandar Dalam, Waij Haroe (jumalh penduduk : 398 jiwa)
- Bengkoenat : Katengoehan, Soeka Marga, Tandjoeng, Pagar Boekit (jumlah penduduk : 1040 jiwa)
- Ngaras : Negeri, Kota Batoe, Tandjoeng Djati, Radja Basa (jumlah penduduk : 854 jiwa)
- Waij Napal : Padanga Raja, Waij Napal (jumlah penduduk ; 374 jiwa)
- Penggawa Lima oeloe : Poendjoeng, Negeri, Negara, Perpas, Padang Tjahja, Kebagoesan, Pekan balak, Penengahan, Kaboeajan, Penjaboengan (jumlah penduduk : 2205)
- Penggawa Lima tengah (bandar) : Bandar, Menantjang, Kegeringan, Tandjoeng Melija (jumlah penduduk : 916 jiwa)
- Penggawa Lima Ilir : Boemi waras, Pedada, Bandjar negeri (jumlah penduduk : 881 jiwa)
- Ngamboer : Marang, Negeri ratoe, Bandjar negeri, Pekan mon, Koeningan, Gedoeng Tjahja (jumlah penduduk : 1041 jiwa)
- Tenoembang : Mendiri, Boemi Leboe, Tandjoeng beringin, Tandjoeng Djati, Pagar Dalam, Pedadawan (jumlah penduduk : 1306 jiwa)
Masa Republik Indonesia (1945- sekarang)
Masa Revolusi tetap menjadi bagian dari Karesidenan Bengkulu, dan tahun 1968 masuk dalam bagian Propinsi Lampung, bukan lagi jadi Kabupaten menginduk ke Lampung Utara dan terakhir Kabupaten Lampung Barat.
Dalam sidang paripurna DPR – RI dan ditetapkan pada tanggal 25 Oktober 2012 Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 22 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Kabupaten Pesisir Barat di Provinsi Lampung yang dibacakan oleh ketua komisi II DPR-RI Drs. Agun Gunanjar, selanjutnya rapat penetapan tentang pembentuan kabupaten pesisir barat dalam sidang paripurna dipimpin oleh ketua DPR-RI MARZUKI ALI. setelah itu tanggal 16 November 2012 disahkan oleh Presiden Republik Indonesia SOESILO BAMBANG YUDHOYONO dan diundangkan dalam lembaran negara pada tanggal 17 November 2012 oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia AMIR SYAMSUDIN, SH. sehingga Kabupaten Pesisir Barat Lampung memperoleh status sebagai kabupaten baru hasil pemekaran dari kabupaten induknya (Kabupaten Lampung Barat)
Peresmian Kabupaten Pesisir Barat dilaksanakan pada tanggal 22 April 2013 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Pemerintah Republik Indonesia dan melantik KHERLANI. SE. MM, sebagai Penjabat Bupati Pesisir Barat di Kementerian Dalam Negeri Jakarta.
Pesisir Barat Lampung saat ini telah menjadi kabupaten dengan nama Kabupaten Pesisir Barat dengan ibukota kabupatennya adalah kota Krui. sejak diresmikannya daerah otonomi baru (DOB) dan pelantikan Penjabat Bupati Pesisir Barat, oleh pemeritah pusat pada tanggal 22 April 2013 lalu. pada saat itu terdapat sebelas kecamatan yang masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Pesisir Barat (wilayah administrasi hampir sama ketika kita setingkat Kabupaten Masa Kolonial Belanda sejak 1824, meski berkurang karena onderdistrik Balik Bukit sekarang masuk dalam Kabupaten lampung Barat)