“ADIDANG”

Spread the love
479 Views

Haloo  asalamualaikum wr wb…apakabar semuanya ? semoga semakin sehat dan bahagia, serta jangan lupa untuk tetap menerapkan protokol kesehatan dimanapun kita berada, karena meskipun kondisinya mulai baik-baik saja, kita tetap tidak boleh lengah dan tetap waspada.

Anyway kali ini saya akan berbagi informasi mengenai salah satu seni tradisi lisan yang ada di Negrinya para Sai Bathin dan para  Ulama, semoga informasi ini bisa  menjadi pematik bagi upaya –upaya pelestarian adat dan budaya di Kabupaten yang kita cintai.

Beberapa hari yang lalu  pada rabu 10 November 2021 bertepatan dengan peringatah hari pahlawan, saya berkesempatan menemani tim balai bahasa Kemendkbud dan para penggiat budaya Lampung, melakukan riset dan pendokumentasian  terhadap salah satu sastra lisan yang nyaris punah di wilayah Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung, tepatnya di Pekon Tanjung Jati Kecamatan lemong.

Pekon Tanjung Jati Kecamatan Lemong sendiri, bisa ditempuh melalui perjalanan darat dari kota Kabupaten selama kurang lebih 2 jam perjalanan dengan panorama pesisir pantai yang mempesona serta deretan rumah rumah penduduk khas lampung pesisir.

Di Pekon Tanjung Jati Kecamatan Lemong, kami hendak menemui salah satu tokoh dan pelaku tradisi lisan “Adidang” yakni Bapak A Moefid Dalena, Gelar Raden Mangku Negara yang juga merupakan ahli tutur “butetah” salah satu tradisi lisan yang biasa digunakan ketika prosesi pemberian “adok” atau gelar kebangsawanan.

Kedatangan kami dan rombongan disambut dengan antusias oleh warga dan para penyimbang adat dengan prosesi penyambutan tamu adat Lampung, dengan  menggunakan iringan tetabuhan rebana, silek , payung agung, dan dibawah bendera panji-panji kebesaran adat serta lantunan syair tembang dan pemujian terhadap kebesaran sang pencipta serta pemulian terhadap tamu yang hadir (saya pribadi dan seluruh rombongan, merasa tersanjung dan terharu dengan ini).

Sebelum Prosesi “Adidang” berlangsung, kami dipersilahkan terlebih dahulu untuk duduk menikmati minuman dan aneka hidangan yang telah tersedia bersama seluruh penyimbang adat Pekon Tanjung Jati, diiring obrolan ringan sebagai pembuka perkenalan.

“Adidang” sendiri merupakan seni tutur/lisan yang digunakan sebagai pengiring pada acara “nyambai” yakni penampilan tarian yang dibawakan oleh para gadis-gadis  Lampung pada suatu pesta adat yang diselenggarakan, para gadis tersebut mengenakan pakaian dan kain khas Lampung (Tapis) serta baju dan aksesoris lengkap termasuk mengenakan siger sebagai hiasan dikepala, dengan pelengkap kipas di kedua tangan, mereka menari mengikuti iringan irama gulintang dan tabuhan rebana, bergerak  dengan gemulai, melambaikan kipas, dengan gerakan teratur, berdiri, membungkuk, jongkok, memutar kekiri dan kekanan, mengikuti irama dan lantunan syair adidang yang dibawakan.

Lantunan syari dalam “adidang” ini biasanya berisikan pesan pesan moral khususnya pada gadis yang sedang melakukan tarian dan umumnya kepada semua gadis yang hadir pada saat acara berlangsung, sebagai bekal mereka dalam kehidupan dan pergaulan sosial.

Lantunan syair pertama dalam “adidang” merupakan kalimat pembuka serta salam penghormatan dan pujian kepada para tetua adat dan tetua pekon:

Cabiklah cabik daunmu kangkung

Batang kemuning dibungkus kain

Tabik lah tabik kepala kampung

Kami disini  numpang bumain

syari berikutnya merupan inti dari “adidang” itu sendiri yang berisikan pesan moral, bisa dalam bentuk sindiran maupun perumpamaan (dengan syair yang lebih panjang):

pulaulah pandan jauh ditengah

dibalik pulau silangsa dua

hancurlah badan dikandung tanah

budi nan baik terkenang jua        

sayalah tidak menanam nanas

pohon pepaya didalam padi

sayalah tidak memandang emas

budi bahasa yang kami cari

jika mandi dihilir hilir

jika berkata dibawah bawah

tidak kan hilang intan dipasir

budi bahasa itulah tuah

kemudian untuk selanjutnya merupakan syair penutup, berupa kalimat perpisahan sebagai tanda akan berakhirnya prosesi “adidang’ itu sendiri

anaklah bugis menanam serai

kiriman anak si raja jambi

jangan menangis kita bercerai

dilain waktu bertemu lagi.

Tabik

Elly Dharmawanti

Ketua Harian Dewan Kesenian Kabupaten Pesisir Barat Lampung

Print Friendly, PDF & Email

Related Posts

“PEDANDANAN ADAT KRUI”

Spread the love

Spread the love 69 Views “PEDANDANAN ADAT KRUI” Pedandanan adat Krui merupakan hiasan yang dipasang dan dipakai di dalam maupun di luar rumah adat Krui pada semua…

Print Friendly, PDF & Email

“Tradisi daduwai dalam prosesi pernikahan adat Lampung”

Spread the love

Spread the love 214 Views Tradisi adat budaya yang telah ada harus tetap dijaga dan dikembangkan agar tidakhilang dengan sendirinya. Salah satu budaya daerah yang hampir hilang…

Print Friendly, PDF & Email

Tradisi “mekhur junjung/kegakhau” dalam prosesi pernikahan adat Lampung

Spread the love

Spread the love 188 Views Tradisi “mekhur junjung/kegakhau” dalam prosesi pernikahan adat Lampung Masyarakat Lampung termasuk kelompok masyarakat yang masih memegang teguh tradisi dalam melaksanakan upacara pernikahan…

Print Friendly, PDF & Email

Prosesi Pengukuhan  Pemapah Raja Marga Tenumbang

Spread the love

Spread the love 168 Views Prosesi pengukuhan  pemapah raja marga Tenumbang Prosesi pengukuhan Raja Pemapah Marga Tenumbang dan pengukuhan lamban batu di kediaman  bapak  illarudin di pekon…

Print Friendly, PDF & Email

“Tradisi Hadrah pada masyarakat Krui”

Spread the love

Spread the love 131 Views “Tradisi Hadrah pada masyarakat Krui” Pada awalnya kesenian Hadrah ini hanya digunakan pada orang-orang tertentu atau keluarga keturunan sai Bathin penyumbang adat…

Print Friendly, PDF & Email

“Sesaminan”

Spread the love

Spread the love 178 Views HaloooAssalamualaikum warahmatullahi wa barakatuhApakabar semuanyaSomoga selalu sehat dan dalam lindungan sang pencipta. Kali ini tim jelajah Krui akan membahas tentang salah satu…

Print Friendly, PDF & Email