“Nyambai Bathin” merupakan tradisi yang dilaksanakan pada saat “nayuh pangan dawah” yakni prosesi pernikahan dalam adat Sai Bathin yang ada di Pesisir Barat.
“Nyambai Bathin” sendiri merupakan pementasan tarian tradisional yang diperagakan oleh bujang dan gadis dari tiap- tiap pekon/kampung dalam wilayah marga, diiringi dengan musik tradisional berupa rebana,gong dan canang (talo balak) dengan irama tertentu sebagai pengiring tarian, yang biasanya di mainkan oleh para lelaki serta diiringi juga dengan lantunan syair yang disebut “ngadidang”
“Ngadidang” atau di marga lain diwilayah Pesisir Barat juga dikenal dengan sebutan “Adidang” sendiri merupakan seni tutur/lisan yang digunakan sebagai pengiring pada acara “nyambai” yakni penampilan tarian yang dibawakan oleh para gadis-gadis dan bujang Lampung pada suatu pesta adat yang diselenggarakan, para gadis dan bujang tersebut mengenakan pakaian dan kain khas Lampung serta baju dan aksesoris lengkap.
Selain mengenakan siger sebagai hiasan dikepala para gadis penari juga di lengkapi dengan kipas di kedua tangan sebagai properti yang digunakan dalam menari, sementara para bujang mengenakan kopiah yang dihiasi dengan aksesoris yang terbuat dari Kuningan berbentuk aneka bunga dan di kedua tangan mereka terselip lembaran “Bulung delapan/daun selapan (dalam bahasa daerah), mereka menari mengikuti iringan irama gulintang dan tabuhan rebana, bergerak dengan gemulai, melambaikan kipas, dengan gerakan teratur, berdiri, membungkuk, jongkok, memutar kekiri dan kekanan, mengikuti irama dan lantunan syair adidang yang dibawakan.
Lantunan syari dalam “ngadidang/adidang” ini biasanya berisikan pesan pesan moral khususnya pada gadis dan bujang yang sedang melakukan tarian dan umumnya kepada semua gadis dan bujang yang hadir pada saat acara berlangsung, sebagai bekal mereka dalam kehidupan dan pergaulan sosial