Oleh : Elly Dharmawanti S.Sos (Ketua Harian Dewan Kesenian Pesisir Barat)
Tradisi tari Bujantan _Budamping pada masyarakat adat sai batin di Kabupaten Pesisir Barat Lampung.
Masyarakat Pesisir Barat pada umumnya masih menganut nilai-nilai tradisional sebagai warisan leluhur, hal ini bisa terlihat masih tetap berjalannya sistim pemerintahan adat di 16 marga yang ada, meski pun sudah banyak mengalami perubahan dan penurunan fungsi.
Masyarakat Kabupaten Pesisir Barat adalah masyarakat adat sai batin, yaitu masyarakat yang menganut sistem patrilineal dan menjunjung tinggi adat budaya leluhur. Dalam adat istiadat sai batin , kehidupan masyarakat diatur dengan tata aturan adat, yaitu peraturan yang tidak tertulis namun secara sepakat diakui dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat adat tersebut.









Secara kelembagaan adat, wilayah-wilayah di Kabupaten Pesisir Barat dibagi berdasarkan marga-marga yang dipimpin oleh seorang sunttan (kepala marga). Dalam perkembangannya, kepala marga tersebut kemudian menjadi sai batin (pemimpin tertinggi di dalam adat), yang kemudian marga-marga itu disebut marga sai batin. Di kabupaten ini terdapat 16 marga sai batin yang masing-masing mempunyai wilayah adat dan struktur pemerintahan adat tersendiri.
Masyarakat Pesisir Barat dikenal dengan masyarakat adat sai bathin, hal ini bisa terlihat dari bahasa/dialeg yang digunakan yakni dialeg “api”, juga dari perlengakapn adat istiadat mulai dari bentuk siger,prosesi arakan dalam pernikahan serta kesenian yang berkembang, baik seni tari, seni musik, sastra lisan/tutur maupun motif tapis sebagai kain khas yang digunakan oleh masyarakat lampung.
Dalam kesehariannya masyarakat Pesisir Barat sebagian besar masih menggunakan bahasa daerah sebagai alat komunikasi sehari-hari, terutama bagi mayarakat yang tinggal di wilayah pedesaan atau lebih dikenal dengan istilah “pemekonan”
Dari 16 marga yang ada di Pesisir Barat, kesemuanya memiliki perbedaan dan keunikan sendiri, terutama pada bentuk dialeg yang digunakan,ad kesenian yang berkembang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di marga masing-masing.
Kabupaten Pesisir Barat menyimpain banyak sekali potensi dan kekayaan budaya yang sebagian besar belum terekspos secara luas, baik di kalangan masyarakat Pesisir Barat itu sendiri maupun masyarakat diluar Pesisir barat.
Kekayaan budaya berupa kesenian tradisional, adat istiadat,sastra lisan/tutur, kearifan lokal dan lain sebagainya sebagian besar belum terdata dan terdokumentasi dengan baik sehingga mengakibatkan minimnya informasi dan refrensi bagi masyarakat umum yang ingin mengenal lebih dekat tentang kekayaan budaya yang ada di negri para sai bathin dan ulama.
Seni dan budaya yang ada di Kabupaten Pesisir Barat, merupakan satu kesatuan yang utuh dalam masyarakat adat 16 marga, terutama untuk jenis kesenian tradisional berupa tarian adat yang tidak bisa dilepaskan dari rangakain kegiatan adat dan keagamaan baik berupa perayaan perayaan maupun ritual ritual kelahiran, kematian, pengobatan dan lain sebagainya.
Setiap marga memiliki bentuk kesenian yang berbeda beda, dengan keunikan dan kekhasan masng-masing berdasarkan ketentuan dan tradisi yang berlaku di marga tersebut, meskipun memiliki kesamaan bentuk dan fungsi.
Seni tradisi pada masyarakat adat sai bathin pada hakekatnya memiliki peran penting, selain sebagai sarana upacara adat, ritual-ritual, juga berpungsi sebagai hiburan dan sebagai media penyampaian pesan kepada masyarakat baik berupa pesan moral maupun pesan sosial.
Ada beberapa kesenian tradisi yang masih bertahan hingga saat ini di Kabupaten Pesisir Barat, meskipun mengalami pasang surut diakibatkan rendahnya minat generasi muda untuk mempelajari kesenian tersebut dalam upaya pelestarian, salah satunya tari bujantan-budamping.
Ada banyak ragam tari tradisi yang berkembang di Kabupaten Pesisir Barat Lampung, salah satunya tari Bujantan_Budamping yang baru baru ini masuk dalam salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Kabupaten Peisir Barat.
Ragam kesenian tari tradisional di Indonesia memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing salah satunya yang berasal dari daerah Lampung.
Tari tradisional adalah tari yang telah lama berkembang dalam kehidupan masyarakat dan selalu menggambarkan pola-pola tradisi dan kebudayaan masyarakat, yang kemudian diturunkan atau diwariskan secara terus menerus dari gerenasi ke generasi.
Tari tradisional merupakan hasil ekspresi manusia akan keindahan dengan latar belakang atau sistem budaya masyarakat pemilik kesenian tersebut, karya tari yang diciptakan pun masih sangat sederhana baik dari segi gerakan, musik pengiring serta busana yang dikenakan.
Tari tradisional telah menjadi budaya bagi etnik tertentu dan identitas yang mampu menyatukan masyarakat. Tarian tradisional diikat oleh norma dan aturan adat tempat bernaungnya keberadaan tari tersebut, sehingga tarian tersebut tidak dapat dipisahkan dengan adat istiadat atau tradisi lainnya dengan ciri khas dan keunikan masing-masing.
Dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Pesisir Barat juga mengngenal beberapa jenis tarian tradisional yang digunakan dalam upacara upacara perkawianan maupun nupacara-upacara adat, salah satunya : tari nyambai, tari dibingi, tari kipas, tari setangan, tari piring, tari babuwai , tari budamping_bujantan.
Tari BUDAMPING_BUJANTAN sendiri merupakan tari yang digunakan sebagai pengiring dalam prosesi pengambilan “ADADAP” atau kembang telur, yakni sebuah kembang buatan dengan menggunakan bahan utama telur yang dibungkus warna-warni diberi bendera-bendera kecil, serta lembaran uang kertas dengan nomilal beragam sesuai dengan kemampuan pihak tuan rumah penyelenggara. Bahan-bahan tersebut disusun sedikian rupa, diletakkan di ujung kayu/bambu, kemudian ditancapkan dan disusun di buah kelapa muda, atau potongan pohon pisang yang dibawahnya telah di beri gagang dari kayu atau bambu menyerupai tandu yang berfungsi untuk memudahkan dalam proses mengngangkat adadap tersebut atau bisa juga diletakkan di atas “pahakh” yakni semacam tatakan lempengan yang menyerupai nampan berbentuk bundar, dengan kaki sebagai penyanggga dengan ukuran dan ketinggian tertentu yang terbuat dari logam maupun kuningan.
Proses pembuatan adadap ini biasanya dilakukan oleh para bujang gadis, mulai dari membuat hiasan dari beraneka potongan kertas warna warni, membungkus telur dengan hiasan, melekatkan dan menyusun uang pada ujung ujung kayu, dan sebagainya.
Tarian ini biasanya dilaksanakan dalam upacara adat, pernikahan dan sunatan.
Tarian ini di tarikan berpasangan oleh dua orang penari laki-laki, mengenakan pakaian khas berupa stelan jas lengkap berwarna gelap, komplit dengan sarung gantung dan tungkus (sejenis kopiah bermotif tapis dengan ujung berbentuk lancip) dan di tengah tengah kedua penari tersebut diletakkan “adadap” sebagai properti yang digunakan pada akhir dari tarian tersebut.
Tarian ini, sebagian besar menggunakan gerakan-gerakan silat, seperti posisi kuda-kuda, menyerang, bertahan, menghindar serangan lawan, bergerak lincah ke kiri ke kanan mengitari “adadap” dan diantara kedua penari saling berinteraksi, saling memancing gerakan lawan seolah-olah mendak saling menyerang satu sama lain.
Dan tentu saja selama proses tari ini berlangsung gemuruh sorak sorai dan umpanan semangat juga bisa diberikan oleh penonton yang ikut menyaksikan sebagai upaya penyemangat serta di iringi dengan lantunan
syair dengan intonasi tinggi dan kadang mendayu dayu, juga diselingi dengan nada rendah dan datar, yang dilantunkan oleh beberapa orang laki-laki secara bergantian atau bersama-sama, yang di sebut “BUJANTAN”
Lantunan syair “bujantan” berisikan pujian-pujian, ungkapan syukur dan juga penyemangat bagi penari yang sedang melakukan olah ketangkasan mengelilingi “adadap” dengan gerakan maju mundur, tegak, setengah berdiri,jongkok, memutar, ke depan, kebelakang, ke kiri, kekanan, serta melakukan gerakan seolah olah hendak saling menyerang.
Selama tarian ini berlangsung para penonton dan masyarakat yang hadir juga bisa memberi teriakan atau tepuk tangan sebagai penyemangat bagi penari, agar gerakan mereka lebih gesit serta lebih sering melakukan gerakan menyerang satu sama lainnya. Teriakan penonton bisa berupa arahan kepada penari untuk menentukan titik serang seperti “serang kanan” “hantam kaki kiri” “putar arah” “serang” “tangkis” “hajar” yang kesemuanya diteriakkan dengan berapi-api dan akan berakhir apabila syair selesai dilantunkan dan kedua penari secara bersama-sama meraih hiasan telur atau uang yang tertancap di pucuk “adadap” kemudian meninggalkan lokasi.
Tarian budamping-bujantan ini bisa dilakukan berkali kali dan berganti ganti penarinya, berlaku bagi siapa saja yang mau dan menguasai gerak tari tersebut, selama persediaan hiasan telur dan uang masih tertancap di “adadap”
Dalam syair budamping-bujantan ini, ada bebrapa kosa kata yang dilantunkan berulang ulang dengan nada yang tinggi dan tekanan di ujung kalimat seperti kalimat : damping bu damping, serta tidak memiliki pola pantun AB – AB , ABC-ABC, ABCD-ABCD, seperti kebanyakan syair pengiring lainnya.
Pada umumnya syair pembuka dalam bujantan biasanya berupa ungkapan pembukaan yang berisikan puja puji terhadap snag pencipta dan rasa hormat terhadap para tokoh dan undangan yang ikut menyaksikan acara tersebut, seperti berikut :
Cabiklah cabik daun mu kangkung
Antan antantan
Batang kemuning sampiran kain
Antan antantan
Tabiklah tabik kepala kampung
Antan antantan
Kami disini numpang bumain
Antan antantan
Hematlah hemat penembak sapi
Antan antantan
Sapi ditembak kena terkuku
Antan antantan
Hematlah hemat adik menari
Antan antantan
Salah sedikit mendapat malu
Antan antantan
Syair selanjutnya merupakan inti dari Bujantan itu sendiri yang berisikan pesan moral, bisa dalam bentuk sindiran maupun perumpamaan, syair inti ini biasanya dibuat lebih panjang, seperti contoh berikut :
Jaranglah jarang tugalmun kacang
Antan antantan
Agarlah puyuh dapat berlari
Antan antantan
Jaranglah jarang tokokmu gedang
Antan antantan
Agarlah elok adik menari
Antan antantan
Apalah guna mencari huwi
Anatan antantan
Huwi dicari pengarang kipas
Antan antantan
Apalah guna mencari kami
Antan antantan
Kami terbuang dilaut lepas
Antan antantan
Tanjunglah karang jekhambah papan
Antan antantan
Si kotabumi jekhambah besi
Antan antantan
Bila teringat ku sedang makan
Antan antantan
Airlah mata jatuh ke nasi
Antan antantan
Tanjunglah jati tempat mempelam
Antan antantan
Dikota krui tempat mengkudu
Antan antantan
Di tanjung jati tempat ku diam
Antan antantan
Di kota krui tempat ku rindu
Antan antantan
Inciklah mamat mengaji tammat
Antan antantan
Mengaji qur’an diwaktu pajar
Antan antantan
Biarlah lambat asal selamat
Antan antantan
Tidak lah lari gunung di kejar
Antan antantan
Kalaulah tidak karenamu bulan
Antan antantan
Tidaklah bintang meninggi hari
Antan antantan
Kalaulah tidak karenamu tuan
Antan antantan
Tidaklah adik datang kesini
Antan antantan
Abangmu tidak menanam nanas
Antan antantan
Pohon pepaya di dalam padi
Antan antantan
Abangmu tidak memandang emas
Antan antantan
Budi bahasa yang abang cari
Antan antantan
Pulau lah pandan jauh ditengah
Antan antantan
Dibalik pulau silangsa dua
Antan antantan
Hancurlah badan dikandung tanah
Antan antantan
Budi nan baik dikenang jua
Antan antantan
Syair penutup biasanya berupa ucapan terimakasih serta permintaan maaf atas kesalahan dan kekurangan selama acara berlangsung sekaligus sebagai permohonan undur diri sebagai tanda berakhirnya acara :
Harilah ini hari selikur
Antan antantan
Besoklah hari sitiga puluh
Antan antantan
Harilah ini kita bercampur
Antan antantan
Besoklah kita bercerai jauh
Antan antantan
Anaklah bugis menanam serai
Antan antantan
Kiriman anak si raja jambi
Antan antantan
Jangan menangis kita bercerai
Antan antantan
Dilain waktu bertemu lagi
Antan antantan
Harilah kamis sepekan sudah
Antan antantan
Rumah sekolah dilalap api
Antan antantan
Tarinya habis pantun pun sudah
Antan antantan
Dilain waktu disambung lagi
Antan antantan
Aruuuuu ayuuuuuuu
Ampiiiiiiiiing
Amping didamping